Selamat
kepada anda yang kali ini naik kelas XI. Semoga ke depan hasil yang anda
peroleh di sekolah semakin meningkat dari sebelumnya. Di awal semester ganjil
ini, materi kimia pertama yang saya share adalah Bilangan Kuantum dan Bentuk Orbital. Sebelum, kita bahas secara detail, apa itu bilangan
kuantum dan apa itu bentuk orbital, maka kami mohon anda klik like di sebelah
kanan ini, terima kasih Sob. Yuk belajar Kimia.
Bilangan Kuantum dan Bentuk Orbital
| Materi Kimia SMA Kelas XI Semester 1
Persamaan
gelombang oleh Erwin Schrodinger memperjelas kemungkinan ditemukannya elektron
melalui bilangan-bilangan kuantum. Daerah paling mungkin ditemukannya elektron
disebut orbital, sehingga bilangan-bilangan akan memperjelas posisi elektron
dalam atom.
Pada
teori atom mekanika kuantum, untuk menggambarkan posisi elektron digunakan
bilangan-bilangan kuantum. Daerah kemungkinan elektron berada disebut orbital.
Orbital memiliki bentuk yang berbeda-beda. Untuk memahami bilangan kuantum dan
bentuk-bentuk orbital perhatikan uraian berikut.
A.
Bilangan Kuantum
Ada
empat bilangan kuantum yang akan kita kenal, yaitu bilangan kuantum
utama (n), bilangan kuantum Azimut (I), bilangan kuantum magnetic (m) dan
bilangan kuantum spin (s).
1).
Bilangan Kuantum Utama
Di
dalam model atom Bohr, elektron dikatakan berada di dalam lintasan stasioner
dengan tingkat energi tertentu. Tingkat energi ini berkaitan dengan bilangan
kuantum utama dari elektron. Bilangan kuantum utama dinyatakan dengan
lambang n sebagaimana tingkat energi elektron pada lintasan
atau kulit ke-n.
Bisa
dikatakan bahwa bilangan kuantum utama berkaitan dengan kulit elektron di dalam
atom. Bilangan kuantum utama membatasi jumlah elektron yang dapat menempati
satu lintasan atau kulit berdasarkan persamaan berikut.
Jumlah
maksimum elektron pada kulit ke-n adalah 2n2
Tabel
1. Hubungan jenis kulit dan nilai bilangan kuantum utama.
Jenis
Kulit
|
Nilai
(n)
|
K
|
1
|
L
|
2
|
M
|
3
|
N
|
4
|
2). Bilangan
Kuantum Azimut (I)
Elektron
yang bergerak mengelilingi inti atom memiliki momentum sudut. Efek Zeeman yang
teramati ketika atom berada di dalam medan magnet berkaitan dengan orientasi
atau arah momentum sudut dari gerak elektron mengelilingi inti atom.
Terpecahnya garis spektum atomik menandakan orientasi momentum sudut elektron
yang berbeda ketika elektron berada di dalam medan magnet.
Bilangan
kuantum azimut menyatakan sub kulit tempat elektron berada dan bentuk orbital,
serta menentukan besarnya momentum sudut elektron terhadap inti.
Banyaknya
subkulit tempat elektron berada tergantung pada nilai bilangan kuantum utama
(n). Nilai bilangan kuantum azimut dari 0 sampai dengan (n – 1). Bila n = 1,
maka hanya ada satu subkulit yaitu l = 0. Sedangkan n = 2, maka ada dua
subkulit yaitu l = 0 dan l = 1.
Seandainya
dibuat dalam tabel maka akan tampak sebagai berikut :
Tabel
2. Hubungan bilangan kuantum utama dan azimut serta subkulit.
Bilangan
Kuantum
Utama (n)
|
Bilangan
Kuantum
Azimut (I)
|
Banyaknya
SubKulit
|
1
|
0
|
1
|
2
|
0
1
|
2
|
3
|
0
1
2
|
3
|
4
|
0
1
2
3
|
4
|
Sub
kulit yang harganya berbeda-beda ini diberi nama khusus:
l = 0 ; sesuai sub kulit
s (s = sharp)
l = 1 ; sesuai sub kulit p (p = principle)
l = 2 ; sesuai sub kulit d (d = diffuse)
l = 3 ; sesuai sub kulit f (f = fundamental)
Tabel
3. Hubungan subkulit sejenis dalam kulit yang berbeda pada atom.
Kulit
|
Nilai
n
|
Nilai
I
|
Jenis
Subkulit
|
K
|
1
|
0
|
1s
|
L
|
2
|
0
|
2s
|
1
|
2p
|
M
|
3
|
0
|
3s
|
1
|
3p
|
2
|
3d
|
N
|
4
|
0
|
4s
|
1
|
4p
|
2
|
4d
|
3
|
4f
|
3). Bilangan
Kuantum Magnetic (m)
Momentum
sudut elektron L merupakan sebuah vektor. Jika vektor momentum
sudut L diproyeksikan ke arah sumbu yang tegak atau sumbu-z
secara tiga dimensi akan didapatkan besar komponen momentum sudut arah sumbu-z
dinyatakan sebagai Lz. bilangan bulat yang berkaitan
dengan besar Lz adalah m. bilangan ini
disebut bilangan kuantum magnetik. Karena besar Lz bergantung
pada besar momentum sudut elektron L, maka nilai mjuga
berkaitan dengan nilai l.
m = ?l, … , 0, … , +l
misalnya,
untuk nilai l = 1, nilai m yang diperbolehkan
adalah ?1, 0, +1.
Bilangan
kuantum magnetik menyatakan orbital tempat ditemukannya elektron pada subkulit
tertentu dan arah momentum sudut elektron terhadap inti. Sehingga nilai
bilangan kuantum magnetik berhubungan dengan bilangan kuantum azimut. Nilai
bilangan kuantum magnetik antara – l sampai + l.
Hubungan
antara bilangan kuantum azimut dengan bilangan kuantum magnetik dapat Anda
perhatikan pada tabel 6.
Tabel
6. Hubungan bilangan kuantum azimut dengan bilangan kuantum magnetik.
Bilangan
Kuantum Azimut
|
Tanda
Orbital
|
Bilangan
Kuantum
Magnetik
|
Gambaran
Orbital
|
Jumlah
Orbital
|
0
|
s
|
0
|
|
1
|
1
|
p
|
-1,
0, +1
|
|
3
|
2
|
d
|
-2,
-1, 0, +1, +2
|
|
5
|
3
|
f
|
-3,
-2, -1, 0, +1, +2, +3
|
|
7
|
4). bilangan
kuantum spin (s).
Bilangan
kuantum spin diperlukan untuk menjelaskan efek Zeeman anomali. Anomali ini
berupa terpecahnya garis spektrum menjadi lebih banyak garis dibanding yang
diperkirakan. Jika efek Zeeman disebabkan oleh adanya medan magnet
eksternal, maka efek Zeeman anomali disebabkan oleh rotasi dari elektron pada
porosnya. Rotasi atau spin elektron menghasilkan momentum sudut intrinsik
elektron. Momentum sudut spin juga mempunyai dua orientasi yang berbeda, yaitu
spin atas dan spin bawah. Tiap orientasi spin elektron memiliki energi yang
berbeda tipis sehingga terlihat sebagai garis spektrum yang terpisah.
Bilangan
kuantum spin (s): menunjukkan arah perputaran
elektron pada sumbunya. Dalam satu orbital, maksimum dapat
beredar 2 elektron dan kedua elektron ini berputar melalui sumbu dengan arah
yang berlawanan, dan masing-masing diberi harga spin +1/2 atau -1/2.
Bilangan Kuantum dan Bentuk Orbital | Materi Kimia SMA Kelas
XI Semester 1
B.
Bentuk Orbital
Elektron-elektron
bergerak pada setiap orbitalnya. Orbital-orbital mempunyai. Bentuk yang
berbeda-beda sesuai dengan arah gerakan elektron di dalam atom. Bentuk berbagai
orbital adalah sebagai berikut.
a.
Orbital s
-->
Orbital s yang berbentuk bola tidak menunjukan arah ruang
tertentu karena kebolehjadian ditemukan elektron dengan bentuk ini berjarak
sama jauhnya ke segala arah dari inti atom. Kebolehjadian terbesar ditemukannya
elektron dalam orbital s terdapat pada daerah sekitar bola, yaitu untuk orbital
:
a. 1s : terdapat pada kulit bola
b. 2s : terdapat pada awan lapisan kedua
c. 3s : terdapat pada awan lapisan ketiga
Gambaran kebolehjadian ditemukan orbital pada masing-masing kulit :
Perhatikan
Gambar 1.2. Orbital s digambarkan berbentuk bola dengan inti sebagai pusat.
b.
Orbital p
-->
Subkulit p terdiri dari tiga orbital p. Karena nilai
bilangan kuantum magnetiknya ada tiga yaitu –1, 0, dan +1. Ketiga orbital ini
mempunyai tingkat energi yang sama tetapi arah ruangnya masing-masing berbeda.
Jika digabungkan, ketiga orbital ini saling tegak lurus satu sama lain. Bila
digambarkan pada sistem koordinat kartesius yang memiliki sumbu X, Y, dan Z
maka orbital p yang terletak pada sumbu X disebut orbital px, sedangkan yang
terletak pada sumbu Y disebut orbital py. Begitu pula halnya dengan orbital p
yang terletak pada sumbu Z disebut orbital pz, perhatikan gambar berikut ini!
Orbital
p terdiri atas 3 orbital, masing-masing berbentuk balon terpilin dengan arah
dalam ruang sesuai dengan sumbu x, y, dan z.
c.
Orbital d
-->
Subkulit d terdiri dari 5 orbital d karena nilai bil kuantum
magnetiknya –2, -1, 0, +1, +2. Seperti halnya orbital p, orbital d juga
memiliki tingkat energi yang sama tetapi arah ruangnya masing-masing berbeda.
Bila digambarkan pada sistem koordinat kartesius maka ketiga orbital d
menempati ruang antar sumbu pada koordinat kartesius tersebut. Masing-masing
orbital dinyatakan sebagai dXY, dXZ dan dYZ,
sedangkan dua orbital d lainnya terletak pada sumbu koordinat kartesius yang
masing-masing orbital dinyatakan sebagai dX2-Y2
dan dZ2. Bentuk kelima orbital d dapat digambarkan
sebagai berikut:
Orbital dZ2
terletak pada sumbu Z
Orbital dX2-Y2 terletak pada sumbu
X dan Y
Orbital dXY terletak antara sumbu X dan Y
Orbital dXZ terletak antara sumbu X dan Z
Orbital dYZ terletak antara sumbu Y dan Z
LAJU REAKSI (MATERI KIMIA KELAS XI IPA)
LAJU REAKSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
(Bahan Ujian Semester Bagi Kelas XI IPA)
Persamaan Reaksi dapat dituliskan sebagai berikut :
aA + bB ---> cC + dD
dimana a, b, c, dan d adalah koefisien, A dan B adalah Reaktan (pereaksi) serta
C dan D adalah Produk (hasil reaksi)
Saat reaksi berlangsung, jumlah A dan B semakin lama semakin berkurang,s
ebaliknya jumlah C dan D akan semakin bertambah
MOLARITAS
Molaritas atau kemolaran merupakan satuan kepekatan atau konsentrasi dari suatu
larutan. Molaritas didefinisikan sebagai banyaknya mol zat terlarut dalam satu
liter larutan, yang dirumuskan sebagai :
M = mol/L atau M=mmol/mL
Adakalanya molaritas ditentukan melalui pengenceran dari suatu larutan.
Pengenceran menyebabkan volume dan kemolaran larutan berubah tetapi jumlah mol
zat terlarut tidak berubah. Oleh karena jumlah molnya tetap, maka
n1=n2 atau V1.M1=V2.M2
dalam bidang industri untuk mengetahi molaritasnya harus diketahui volume
larutan pekatnya (larutan primer). Caranya dengan menentukan molaritas dari
alrutan pekat yangdikatahui kadar dan massa jenisnya. Kemolaran tersebut dapat
dicari dengan rumus:
p x 10 x % massa
M = ------------------------ mol.L-1
Mr
Dimana = M adalah Molaritas, r = massa jenis, % massa = kadar, Mr = massa
molekul relatif
LAJU REAKSI
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk
tiap satuan waktu, yang dituliskan sebagai berikut :
Perubahan konsentarasi
Laju = -----------------------------
Periode waktu reaksi
Selama reaksi berlangsung, konsentrasi pereaksi berkurang, sedangkan
konsentrasi produk bertambah.
Jika A --> B maka untuk
d[A] d[B] d[C]
Laju A = - ------- dan Laju B = + ------ sehingga V = ---------,
dt dt dt
Dimana : d[C] = perubahan konsentrasi, V = laju reaksi, dan dt = perubahan
waktu
Untuk reaksi yang lebi kompleks, misal 2A --> B, maka laju reaksi
berkurangnya A adalah 2 kali lebih cepat dari laju pembentukan B, sehingga
penulisan laju reaksi menjadi
1 d[A] d[B]
Laju A = - -- ------- dan Laju B = + ------
2 dt dt
Atau melihat kecenderungan koefisien yang terlibat
PERSAMAAN LAJU REAKSI
INGAT : Laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi, bukan konsentrasi
hasil reaksi.
GULBERG dan WAAGE menuturkan : “Laju reaksi dalam sistem pada suatu temperatur
tertentu berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang bereaksi, setelah
tiap-tiap konsentrasi dipangkatkan dengan koefisiennya dalam persamaan reaksi
yang bersangkutan.”
Misalnya pada reaksi :
mA + nB ---> pC + qD
maka Laju Reaksi menurut reaksi di atas adalah :
V = k [A]m [B]n
m dan n merupakan pangkat atau menunjukkan orde reaksi, jika dijumlahkan maka
akan menjadi orde reaksi total.
Orde reaksi memunkinkan kita mengetahui kebergantungan reaksi terhadap reaktan.
Pada reaksi yang berlangsung bertahap, orde reaksi ditentukan oleh tahapan
reaksi yang paling lambat
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHILAJU REAKSI
1. Konsentrasi
Semakin besar konsentrasi pereaksi yang direaksikan akan semakin besar pula
laju reaksinya
2. Suhu
Semakin tinggi suhu akan semakin mempercepat terjadinya reaksi. Hal ini
terjadi karena dengan bertambahnya suhu maka energi kinetik pada partikel
reaktan semakin besar.
Dalam praktiknya setiap kenaikan suhu 10oC, maka laju reaksi akan naik 2 kali
lebih besar, yang dirumuskan sebagai :
Vt = (dV)dt/10.Vo atau Vt = (2)dt/10.Vo
dt = t2 – t1
3. Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tetapi tidak
mengalami perubahan kimia secara permanen. Katalis dibedakan atas 2, yaitu
katalis homogen dan katalis heterogen. (bergantung fasa zat)
4. Luas Permukaan
Pada sistem heterogen sangat bergantung pada luas permukaan antara fasa.
Reaksi antara padatan dan cairan atau padatan dengan gas akan lebih cepat jika
luas permukaan bidang sentuh zat padat diperbanyak.
Konfigurasi
Elektron dalam Atom
Konfigurasi
Elektron dalam Atom- Konfigurasi elektron dalam atom menggambarkan
lokasi semua elektron menurut orbital-orbital yang ditempati. Pengisian elektron dalam orbital-orbital
mengikuti aturan-aturan berikut.
1.
Prinsip Aufbau
Elektron akan mengisi orbital atom yang tingkat energi relatifnya lebih
rendah dahulu baru kemudian mengisi orbital atom yang tingkat energinya lebih
tinggi.
Untuk
memberikan gambaran yang jelas bagaimana susunan tingkat energi itu, serta cara
penamaannya, dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
Untuk
memudahkan urutan pengisian tingkat-tingkat energi orbital atom diperlukan
bagan berikut.
Bagan 1.1 Urutan pengisian elektron pada
orbital-orbital suatu atom
Urutan
tingkat energi orbital dari yang paling rendah sebagai berikut.
1s → 2s→2p → 3s → 3p → 4s → 3d →
4p →5s dan seterusnya
2.
Aturan Hund
Pada pengisian orbital-orbital yang setingkat, elektron-elektron
tidak membentuk pasangan lebih dahulu sebelum masing-masing orbital setingkat
terisi sebuah elektron dengan arah spin yang sama.
Untuk
mempermudah penggambaran maka orbital dapat digambarkan sebagai segi empat
sedang kedua elektron yang berputar melalui sumbu dengan arah yang berlawanan
digambarkan sebagai 2 anak panah dengan arah yang berlawanan, + ½ (searah
dengan arah putaran jarum jam) digambarkan anak panah ke atas (↑), – ½
(berlawanan dengan arah putaran jarum jam) digambarkan anak panah ke bawah (↓).
Untuk elektron tunggal pada orbital s tidak masalah + ½ (↑) atau – ½
(↓), tetapi jika orbital s tersebut terisi 2 elektron, maka bilangan
kuantum spinnya harus + ½ dan – ½ (↑↓).
Demikian pula untuk pengisian orbital p (l = 1), elektron pertama
dapat menempati orbital px, py, atau pz.
Sebab ketiga orbital p tersebut mempunyai tingkat energi yang sama.
- orbital s dengan
elektronnya digambar |↑↓|
- orbital p dengan
elektronnya digambar |↑↓| |↑↓| |↑↓|
- orbital d dengan
elektronnya digambar |↑↓| |↑↓| |↑↓| |↑↓|
|↑↓|
Perjanjian:
Pada pengisian elektron dalam orbital, elektron pertama yang mengisi suatu
orbital ialah elektron yang mempunyai harga spin + ½ dan elektron yang
kedua mempunyai harga spin – ½. Berdasarkan pada tiga aturan di atas, maka kita
dapat menentukan nilai keempat bilangan kuantum dari setiap elektron dalam
konfigurasi elektron suatu atom unsur seperti pada tabel berikut ini.
Elektron ke-
|
Orbital yang ditempati
|
Konfigurasi elektron terakhir
|
Nilai
|
keterangan
|
n
|
l
|
m
|
s
|
Aturan Hund
|
1
|
1s
|
1s1
|
1
|
0
|
0
|
+ ½
|
2
|
1s
|
1s2
|
1
|
0
|
0
|
- ½
|
3
|
2s
|
2s1
|
2
|
0
|
0
|
+ ½
|
4
|
2s
|
2s2
|
2
|
0
|
0
|
- ½
|
5
|
2p
|
2p1
|
2
|
1
|
-1
|
+ ½
|
6
|
2p
|
2p2
|
2
|
1
|
0
|
- ½
|
7
|
2p
|
2p3
|
2
|
1
|
+1
|
+ ½
|
8
|
2p
|
2p4
|
2
|
1
|
-1
|
- ½
|
9
|
2p
|
2p5
|
2
|
1
|
0
|
+ ½
|
10
|
2p
|
2p6
|
2
|
1
|
+1
|
- ½
|
Sumber:
Brady, General Chemistry Principle and Structure
Orbital
penuh dan setengah penuh
Konfigurasi elektron suatu unsur harus menggambarkan sifat suatu unsur. Hasil
eksperimen menunjukkan bahwa sifat unsur lebih stabil apabila orbital dalam
suatu atom unsur terisi elektron tepat ½ penuh atau tepat penuh, terutama
orbital-orbital
d dan
f (5 elektron atau 10 elektron untuk
orbital-orbital
d dan 7 elektron atau 14 elektron untuk orbital-orbital
f).
Apabila elektron pada orbital
d dan
f terisi elektron 1 kurangnya
dari setengah penuh/penuh, maka orbital
d/f tersebut harus diisi tepat ½
penuh/tepat penuh. Satu elektron penggenapnya diambil dari orbital
s yang
terdekat.
Contoh:
Konfigurasi elektron:
24Cr: 1s2 2s2 2p6
3s2 3p6 4s1 3d5
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s2 3d4
Begitu pula konfigurasi elektron:
29Cu adalah 1s2 2s2 2p6
3s2 3p6 4s1 3d10
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s2 3d9
Konfigurasi
elektron ion positif dan ion negatif
Misalnya konfigurasi elektron ion K
+ dan ion Cl
–
19K: 1
s2 2
s2 2
p6
3
s2 3
p6
Bila atom K melepaskan 1 elektron maka terjadi ion K
+ yang mempunyai
jumlah proton 19 dan elektron 19 – 1 = 18
Konfigurasi elektron ion K
+: 1
s2 2
s2
2
p6 3
s2 3
p6
17Cl: 1
s2 2
s2 2
p6
3
s2 3
p5
Bila atom Cl menerima 1 elektron maka terjadi ion Cl
– yang mempunyai
jumlah proton 17 dan elektron 17 + 1 = 18
Konfigurasi elektron ion Cl
–: 1
s2 2
s2
2
p6 3
s2 2
p5
Konfigurasi elektron ion K
+ = ion Cl
– = atom Ar,
peristiwa semacam ini disebut
isoelektronis.
Konfigurasi elektron
yang tereksitasi Konfigurasi elektron yang telah dibicarakan di atas adalah
konfigurasi elektron dalam keadaan tingkat dasar. Konfigurasi elektron yang
tereksitasi adalah adanya elektron yang menempati orbital yang tingkat energinya
lebih tinggi.
3.
Larangan Pauli
Menurut prinsip ini dalam suatu atom tidak boleh ada 2 elektron yang mempunyai
keempat bilangan kuantum yang sama harganya, jika 3 bilangan kuantum sudah
sama, maka bilangan kuantum yang keempat harus berbeda.
Contoh:
Elektron pertama dalam suatu atom akan menempati orbital 1
s, ini berarti
elektron kesatu mempunyai harga
n = 1,
l = 0
, m = 0, dan
s
= + ½.
Elektron kedua juga menempati orbital 1
s, elektron kedua mempunyai harga
n = 1,
l = 0,
m = 0, dan
s = – ½ . Ternyata
elektron ke-1 dan ke-2 mempunyai harga
n,
l, dan
m yang
sama, tapi harga
s-nya berbeda. Elektron ke-3 tidak dapat menempati
orbital1
s lagi, sebab jika elektron ke-3 menempati orbital 1
s,
maka harga
n, l, m, dan
s elektron ke-3 akan sama dengan elektron
ke-1 atau elektron ke-2.
Dengan menggunakan prinsip eksklusi Pauli dan ketentuan harga
m dan
l
yang diperbolehkan untuk setiap harga
n dapat disusun berbagai
kombinasi 4 bilangan kuantum pada setiap kuantum grup sebagai berikut.
Bilangan kuantum
utama (n)
|
Orbital
|
Bilangan kuantum
|
Notasi
orbital
|
Jumlah elektron
|
l
|
m
|
s
|
n = 1
(kulit K)
|
S
|
0
|
0
|
+ ½
|
1s
|
2
|
0
|
0
|
- ½
|
n = 2
(kulit L)
|
S
|
0
|
0
|
+ ½
|
2s
|
2
|
0
|
0
|
- ½
|
|
p
|
1
|
-1
|
+ ½
|
2p
|
6
|
p
|
1
|
-1
|
- ½
|
p
|
1
|
0
|
+ ½
|
p
|
1
|
0
|
- ½
|
p
|
1
|
+1
|
+ ½
|
p
|
1
|
+1
|
- ½
|
Sumber:
Brady, General Chemistry Principle and Structure
Kesimpulan:
Sesuai dengan prinsip eksklusi Pauli ini dapat disimpulkan bahwa dalam tiap
orbital hanya dapat terisi 2 buah elektron.
Kekhasan atom C (karbon)
Dalam kehidupan sehari-hari, seyawa kimia memegang peranan penting, seperti
dalam makhuluk hidup, sebagai zat pembentuk atau pembangun di dalam sel,
jaringan dan organ. Senyawa-senyawa tersebut meliputi asam nukleat, karbohidrat,
protein dan lemak. Proses interaksi organ memerlukan zat lain seperti enzim dan
hormon. Tubuh kita juga memiliki sistem pertahanan dengan bantuan antibodi.
Demikian pula dengan alam sekitar kita seperti tumbuhan dan minyak bumi, juga
disusun oleh molekul molekul yang sangat khas dan dibangun oleh atom-atom
dengan kerangka atom karbon ( C ).
Atom Karbon memiliki massa 12 dengan nomor atom 12. Konfigurasi elektronnya
adalah 1s
2, 2s
2, 3p
2, dan mengalami
hibridisasi dimana 1 elektron dari orbital 2s berpindah ke orbital 2p
z,
sehingga memiliki konfigurasi stabil 1s
2, 2s
1, 2p
3,
dengan membentuk orbital hybrid sp
3
Sehingga atom karbon memiliki kesempatan untuk membentuk empat ikatan dengan
atom lainnya, kestabilan struktur ini ditunjukan dengan sudut yang sama 109,5
o
dengan bentuk tetrahedral, perhatikan Gambar 12.1 .
Gambar 12.1. Kekhasan atom karbon dengan bentuk tetrahedral
Berdasarkan karakteristik tetrahedral maka atom karbon dapat mengikat atom
lain selain atom karbon itu sendiri. Secara sederhana atom karbon dapat
membentuk empat ikatan dengan atom hidrogen seperti pada Gambar 12.1 (d).
Kerangka senyawa hidrokarbon dibangun oleh banyak ikatan antar atom karbonnya.
Kerangka senyawa hidrokarbon yang paling sederhana memiliki sebuah atom karbon,
dilanjutkan dengan dua atom karbon, tiga atom karbon dan seterusnya, perhatikan
Gambar 12.2.
Gambar 12.2. Bentuk ikatan antar Karbon, membentuk kerangka senyawa
hidrokarbon
alam penulisan konfigurasi elektron
dan diagram orbital perlu berlandaskan pada tiga prinsip utama yaitu prinsip
aufbau, aturan Hund dan aturan penuh setengah penuh.
A. Azas Aufbau
Azas Aufbau menyatakan bahwa :“Pengisian
elektron dimulai dari subkulit yang berenergi paling rendah dilanjutkan pada
subkulit yang lebih tinggi energinya”. Dalam setiap sub kulit mempunyai batasan
elektron yang dapat diisikan yakni :
Subkulit s maksimal berisi 2
elektron
Subkulit p maksimal berisi 6
elektron
Subkulit d maksimal berisi 10
elektron
Subkulit f maksimal berisi 14
elektron
Berdasarkan ketentuan tersebut maka
urutan pengisian (kofigurasi) elektron mengikuti tanda panah pada gambar
berikut!
Berdasarkan diagram di atas dapat
disusun urutan konfigurasi elektron sebagai berikut :
1s2 2s2 2p6
3s2 3p6 4s2 3d10 4p6 5s2
…. dan seterusnya
Keterangan :
Jumlah elektron yang ditulis dalam
konfigurasi elektron merupakan jumlah elektron maksimal dari subkulit tersebut
kecuali pada bagian terakhirnya yang ditulis adalah elektron sisanya.
Perhatikan contoh di bawah ini :

Jumlah elektron Sc adalah 21 elekron
kemudian elektron-elektron tersebut kita isikan dalam konfigurasi elektron
berdasarkan prinsip aufbau di atas. Coba kalian perhatikan, ternyata tidak
selalu kulit yang lebih rendah ditulis terlebih dahulu (4s ditulis dahulu dari
3d). Hal ini karena semakin besar nomor kulitnya maka selisih energi dengan kulit
di atasnya semakin kecil sementara jumlah sub kulitnya semakin banyak sehingga
terjadi tumpang tindih urutan energi sub kulitnya. Untuk mempermudah penilisan
tingkatenerginya digunakan prinsip aufbau di atas. Untuk keteraturan penulisan,
3d boleh ditulis terlebih dahulu dari 4s namun pengisian elektronnya
tetap mengacu pada prinsip aufbau. hal ini terkesan remeh tapi penting.....
jadi bila kalian disuruh menuliskan bilangan kuantum dari elektron terakhir
dari Sc maka elektron tersebut terletak pada sub kulit 3d bukan 4s, walau dalam
penulisan terakhir sendiri adalah sub kulit 4s.....cirinya pada sub kulit 3d
tidak terisi penuh elektron sedangkan sub kulit 4s nya terisi penuh.

Penulisan konfigurasi elektron dapat
disingkat dengan penulisan atom dari golongan gas mulia yaitu : He (2
elektron), Ne (10 elektron), Ar (18 elektron), Kr (36 elektron), Xe (54
elektron) dan Rn ( 86 elektron). Hal ini karena pada konfigurasi elektron gas
mulia setiap sub kulitnya terisi elektron secara penuh.
Skema yang digunakan untuk
memudahkan penyingkatan sebagai berikut :
Contoh penyingkatan konfigurasi
elektron :
Konfigurasi elektron dalam atom
selain diungkapkan dengan diagram curah hujan, seringkali diungkapkan dalam
diagram orbital. Ungkapan yang kedua akan bermanfaat dalam menentukan bentuk
molekul dan teori hibridisasi.
Yang harus diperhatikan dalam
pembuatan diagram orbital :
1. Orbital-orbital dilambangkan
dengan kotak
2. Elektron dilambangkan sebagai
tanda panah dalam kotak
3. Banyaknya kotak ditentukan berdasarkan
bilangan kuantum magnetik, yaitu:
4. Untuk orbital-orbital yang
berenergi sama dilambangkan dengan sekelompok kotak yang bersisian, sedangkan
orbital dengan tingkat energi berbeda digambarkan dengan kotak yang terpisah.
5. Satu kotak orbital berisi 2
elektron, satu tanda panah mengarah ke atas dan satu lagi mengarah ke bawah.
Pengisan elektron dalam kotak-kotak orbital menggunakan aturan Hund.
B. Aturan Hund
Friedrich Hund (1927), seorang ahli
fisika dari Jerman mengemukakan aturan pengisian elektron pada orbital yaitu :
“orbital-orbital dengan energi yang
sama, masing-masing diisi lebih dulu oleh satu elektron arah (spin) yang sama
dahulu kemudian elektron akan memasuki orbital-orbital secara urut dengan arah
(spin) berlawanan atau dengan kata lain dalam subkulit yang sama semua orbital
masing-masing terisi satu elektron terlebih dengan arah panah yang sama
kemudian sisa elektronnya baru diisikan sebagai elektron pasangannya dengan
arah panah sebaliknya”.
Coba perhatikan contoh diagram
elektron di bawah ini, khususnya pada bagian akhirnya :
Pada pengisian diagram orbital unsur
S pada konfigurasi 3p4, 3 elektron diisikan terlebih dahulu dengan gambar tanda
panah ke atas baru sisanya 1 elektron digambar dengan tanda panah ke bawah.
C. Aturan Penuh Setengah Penuh
Sifat ini berhubungan erat dengan
hibridisasi elektron. Aturan ini menyatakan bahwa : “suatu elektron mempunyai
kecenderungan untuk berpindah orbital apabila dapat membentuk susunan elektron
yang lebih stabil.....untuk konfigurasi elektron yang berakhiran pada sub kulit
d berlaku aturan penuh setengah penuh. Untuk lebih memahamkan teori ini
perhatikan juga contoh di bawah ini :
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s2 3d4
menjadi 24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s1 3d5
dari contoh terlihat apabila 4s diisi 2 elektron maka 3d kurang satu elektron
untuk menjadi setengah penuh....maka elektron dari 4s akan berpindah ke 3d. hal
ini juga berlaku untuk kasus :
29Cu = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s2 3d9
menjadi 29Cu = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s1 3d10
Penentuan Periode dan Golongan Suatu Unsur
Untuk menentukan letak periode suatu
unsur relatif mudah. Periode suatu unsur sama dengan nomor kulit terbesarnya
dalam konfigurasi elektron. musalnya :
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s1 3d5
Nomor kulit terbesarnya adalah 4
(dalam 4s1) maka Cr terletak dalam periode 4
Sedangkan untuk menentukan golongan
menggunakan tabel. Bila subkulit terakhirnya pada s atau p maka digolongkan
dalam golongan A (utama) sedangkan bila subkulit terakhirnya pada d maka digolongkan
dalam golongan B (transisi). Lebih lengkapnya coba perhatikan tabel di bawah
ini :
Coba kalian perhatikan tabel di
atas. Untuk memudahkan pengingatan golongan A dimulai dari golongan I A
sedangkan golongan B dimulai dari III B. selain itu jika subkulit terakhirnya p
atau d maka sub kulit s sebelumnya diikutkan. Pada golongan VI B dan I B
berlaku aturan penuh setengah penuh.
Sebagai contoh :
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s1 3d5
Periode = 4
Golongan = VI B
konfigurasi elektron adalah
susunan elektron-elektron
pada sebuah atom, molekul, atau
struktur fisik lainnya.Sama seperti partikel elemener lainnya, elektron
patuh pada
hukum mekanika kuantum dan menampilkan sifat-sifat
bak-partikel maupun bak-gelombang. Secara formal, keadaan kuantum
elektron
tertentu ditentukan oleh fungsi gelombangnya,
yaitu sebuah fungsi ruang dan waktu yang bernilai kompleks. Menurut
interpetasi mekanika kuantum Copenhage, posisi sebuah elektron tidak
bisa ditentukan kecuali
setelah adanya aksi pengukuran yang menyebabkannya untuk bisa dideteksi.
Probabilitas aksi pengukuran akan mendeteksi sebuah elektron pada titik
tertentu pada ruang adalah proporsional terhadap kuadrat nilai absolut
fungsi
gelombang pada titik tersebut.
Elektron-elektron dapat berpindah dari satu aras energi
ke aras energi yang lainnya dengan emisi atau absorpsi kuantum energi
dalam bentuk foton. Oleh karena asal larangan pauli, tidak boleh ada
lebih dari
dua elektron yang dapat menempati sebuah orbital atom, sehingga elektron
hanya akan meloncat dari satu orbital ke orbital
yang lainnya hanya jika terdapat kekosongan di dalamnya.
Pengetahuan atas konfigurasi elektron atom-atom sangat berguna dalam
membantu pemahaman struktur tabel periodik unsur-unsur. Konsep ini juga
berguna dalam menjelaskan ikatan kimia yang menjaga atom-atom tetap
bersama.
Kelopak
dan subkelopak
Konfigurasi elektron yang pertama kali dipikirkan adalah berdasarkan pada
model atom model Bohr. Adalah umum membicarakan
kelopak maupun subkelopak walaupun sudah terdapat kemajuan dalam pemahaman
sifat-sifat mekanika kuantum elektron.
Berdasarkan asas larangan pauli, sebuah orbital hanya dapat
menampung maksimal dua elektron. Namun pada kasus-kasus tertentu, terdapat
beberapa orbital yang memiliki aras energi yang sama (dikatakan berdegenerasi), dan
orbital-orbital ini dihitung bersama dalam konfigurasi elektron.
Kelopak elektron merupakan sekumpulan orbital-orbital atom yang memiliki bilangan kuantum utama
n yang sama, sehingga orbital 3s, orbital-orbital 3p, dan
orbital-orbital 3d semuanya merupakan bagian dari kelopak ketiga. Sebuah
kelopak elektron dapat menampung 2
n2 elektron; kelopak
pertama dapat menampung 2 elektron, kelopak kedua 8 elektron, dan kelopak ketiga
18 elektron, demikian seterusnya.
Subkelopak elektron merupakan sekelompok orbital-orbital yang mempunyai
label orbital yang sama, yakni yang memiliki nilai
n dan
l yang
sama. Sehingga tiga orbital 2p membentuk satu subkelopak, yang dapat menampung
enam elektron. Jumlah elektron yang dapat ditampung pada sebuah subkelopak
berjumlah 2(2
l+1); sehingga subkelopak "s" dapat menampung 2
elektron, subkelopak "p" 6 elektron, subkelopak "d" 10
elektron, dan subkelopak "f" 14 elektron.
Jumlah elektron yang dapat menduduki setiap kelopak dan subkelopak berasal
dari persamaan mekanika kuantum,terutama asas larangan Pauli yang menyatakan bahwa tidak ada dua elektron dalam
satu atom yang bisa mempunyai nilai yang sama pada keempat bilangan kuantumnya.
Notasi
Para fisikawan dan kimiawan menggunakan notasi standar untuk mendeskripsikan
konfigurasi-konfigurasi elektron atom dan molekul. Untuk atom, notasinya
terdiri dari untaian label orbital atom (misalnya 1s, 3d, 4f) dengan jumlah
elektron dituliskan pada setiap orbital (atau sekelompok orbital yang mempunyai
label yang sama). Sebagai contoh,hidrogen
mempunyai satu elektron pada orbital s kelopak pertama, sehingga konfigurasinya
ditulis sebagai 1s
1. Litium mempunyai dua elektron pada subkelopak 1s dan satu
elektron pada subkelopak 2s, sehingga konfigurasi elektronnya ditulis sebagai
1s
2 2s
1. Fosfor (bilangan atom15) mempunyai
konfigurasi elektron : 1s
2 2s
2 2p
6 3s
2 3p
3.
Untuk atom dengan banyak elektron, notasi ini akan menjadi sangat panjang,
sehingga notasi yang disingkat sering digunakan. Konfigurasi elektron fosfor,
misalnya, berbeda dari neon
(1s
2 2s
2 2p
6) hanya pada keberadaan
kelopak ketiga. Sehingga konfigurasi elektron neon dapat digunakan untuk
menyingkat konfigurasi elektron fosfor. Konfigurasi elektron fosfor kemudian
dapat ditulis: [Ne] 3s
2 3p
3. Konvensi ini
sangat berguna karena elektron-elektron pada kelopak terluar sajalah yang
paling menentukan sifat-sifat kimiawi sebuah unsur.
Urutan penulisan orbital tidaklah tetap, beberapa sumber mengelompokkan
semua orbital dengan nilai
n yang sama bersama, sedangkan sumber lainnya
mengikuti urutan berdasarkan asas Aufbau. Sehingga konfigurasi Besi dapat
ditulis sebagai [Ar] 3d
6 4s
2 ataupun
[Ar] 4s
2 3d
6 (mengikuti asas Aufbau).
Adalah umum untuk menemukan label-label orbital "s",
"p", "d", "f" ditulis miring, walaupaun IUPAC
merekomendasikan penulisan normal. Pemilihan huruf "s",
"p", "d", "f" berasal dari sistem lama dalam
mengkategorikan garis spektra, yakni
"sharp", "principal", "diffuse", dan
"fundamental". Setelah "f", label selanjutnya diikuti
secara alfabetis, yakni "g", "h", "i", ...dst,
walaupun orbital-orbital ini belum ditemukan.
Konfigurasi elektron molekul ditulis dengan cara yang sama, kecuali bahwa
label orbital molekullah yang
digunakan, dan bukannya label orbital atom.
Sejarah
Niels Bohr adalah orang yang pertama kali (1923) mengajukan bahwa
perioditas pada sifat-sifat
unsur kimia dapat dijelaskan oleh struktur elektronik atom
tersebut.Pengajuannya didasarkan pada model atom Bohr, yang mana
kelopak-kelopak elektronnya merupakan orbit dengan
jarak yang tetap dari inti atom. Konfigurasi awal Bohr berbeda dengan
konfigurasi yang sekarang digunakan: sulfur berkonfigurasi
2.4.4.6 daripada 1s
2 2s
2 2p
6 3s
2 3p
4.
Satu tahun kemudian, E.C. Stoner
memasukkan bilangan kuantum ketiga Sommerfeld ke dalam
deskripsi kelopak elektron, dan dengan benar memprediksi struktur kelopak sulfur
sebagai 2.8.6.Walaupun demikian, baik sistem Bohr maupun sistem Stoner tidak dapat
menjelaskan dengan baik perubahan spektra atom dalam medan magnet (efek Zeeman).
Bohr sadar akan kekurangan ini (dan yang lainnya), dan menulis surat kepada
temannya Wolfgang Pauli untuk meminta bantuannya
menyelamatkan teori kuantum (sistem yang sekarang dikenal sebagai "teori-teori kuatum lama").
Pauli menyadari bahwa efek Zeeman haruslah hanya diakibatkan oleh
elektron-elektron terluar atom. Ia juga dapat menghasilkan kembali struktur
kelopak Stoner, namun dengan struktur subkelopak yang benar dengan pemasukan
sebuah bilangan kuantum keempat dan asaa larangannya
(1925):
It should be forbidden for more than one electron with the same value of
the main quantum number n
to have the same value for the other three
quantum numbers k
[l
], j
[m
l] and m
[m
s].
Adalah tidak diperbolehkan untuk lebih dari satu elektron dengan nilai
bilangan kuantum utama n
yang sama memiliki nilai tiga bilangan kuantum
k
[l
], j
[m
l] dan m
[m
s]
yang sama.
Persamaan Scrodingger yang dipublikasikan tahun
1926 menghasilkan tiga dari empat bilangan kuantum sebagai konsekuensi
penyelesainnya untuk atom hidrogen:
penyelesaian ini menghasilkan orbital-orbital atom yang dapat kita temukan
dalam buku-buku teks kimia. Kajian spektra atom mengizinkan konfigurasi
elektron atom untuk dapat ditentukan secara eksperimen, yang pada akhirnya
menghasilkan kaidah empiris (dikenal sebagai kaidah Madelung (1936))
untuk urutan orbital atom mana yang terlebih dahulu diisi elektron.
Asas Aufbau
Asas Aufbau(berasal dari Bahasa Jerman
Aufbau yang berarti "membangun, konstruksi") adalah
bagian penting dalam konsep konfigurasi elektron awal Bohr. Ia dapat dinyatakan
sebagai:
Terdapat maksimal dua elektron
yang dapat diisi ke dalam orbital dengan urutan peningkatan energi orbital:
orbital berenergi terendah diisi terlebih dahulu sebelum elektron diletakkan ke
orbital berenergi lebih tinggi.
Urutan pengisian orbital-orbital atom mengikuti arah panah.
Asas ini bekerja dengan baik (untuk keadaan dasar atom-atom) untuk 18 unsur
pertama; ia akan menjadi semakin kurang tepat untuk 100 unsur sisanya. Bentuk
modern asas Aufbau menjelaskan urutan energi orbital berdasarkan kaidah
Madelung, pertama kali dinyatakan oleh Erwin Madelung pada tahun
1936.
1. Orbital
diisi dengan urutan peningkatan n+l;
2. Apabila
terdapat dua orbital dengan nilai n+l yang sama, maka orbital
yang pertama diisi adalah orbital dengan nilai n yang paling rendah.
Sehingga, menurut kaidah ini, urutan pengisian orbital adalah sebagai
berikut:
1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d 4p 5s 4d 5p
6s 4f 5d 6p 7s 5f 6d 7p
Asas Aufbau dapat diterapkan, dalam bentuk yang dimodifikasi, ke proton dan neutron dalam inti atom.
Tabel periodik
Tabel konfigurasi elektron
Bentuk tabel periodik berhubungan dekat dengan konfigurasi
elektron atom unsur-unsur. Sebagai contoh, semua unsur golongan 2 memiliki konfigurasi
elektron [E]
ns
2 (dengan [E] adalah konfigurasi gas inert),
dan memiliki kemiripan dalam sifat-sifat kimia. Kelopak elektron terluar atom
sering dirujuk sebagai "kelopak valensi" dan menentukan sifat-sifat
kimia suatu unsur. Perlu diingat bahwa kemiripan dalam sifat-sifat kimia telah
diketahui satu abad sebelumnya, sebelum pemikiran konfigurasi elektron ada.
Kelemahan asas Aufbau
Asas Aufbau begantung pada postulat dasar bahwa urutan energi orbital adalah
tetap, baik untuk suatu unsur atau di antara unsur-unsur yang berbeda. Ia
menganggap orbital-orbital atom sebagai "kotak-kotak" energi tetap
yang mana dapat diletakkan dua elektron. Namun, energi elektron dalam orbital
atom bergantung pada energi keseluruhan elektron dalam atom (atau ion, molekul,
dsb). Tidak ada "penyelesaian satu elektron" untuk sebuah sistem
dengan elektron lebih dari satu, sebaliknya yang ada hanya sekelompok
penyelesaian banyak elektron, yang tidak dapat dihitung secara eksak
(walaupun terdapat pendekatan matematika yang dapat dilakukan, seperti meode Hearree-Fock).
Ionisasi logam transisi
Aplikasi asas Aufbau yang terlalu dipaksakan kemudan menghasilkan paradoks dalam
kimia logam transisi.
Kalium dan Kalsium muncul
dalam tabel periodik sebelum logam transisi, dan memiliki konfigurasi elektron
[Ar] 4s
1 dan [Ar] 4s
2 (orbital 4s diisi
terlebih dahulu sebelum orbital 3d). Hal ini sesuai dengan kaidah Madelung,
karena orbital 4s memiliki nilai
n+
l = 4 (
n =
4,
l = 0), sedangkan orbital 3d
n+
l = 5 (
n =
3,
l = 2). Namun Kromium dan tembaga memiliki konfigurasi elektron [Ar] 3d
5 4s
1
dan [Ar] 3d
10 4s
1 (satu elektron melewati
pengisian orbital 4s ke orbital 3d untuk menghasilkan subkelopak yang terisi
setengah). Dalam kasus ini, penjelasan yang diberikan adalah "subkelopak
yang terisi setengah ataupun terisi penuh adalah susunan elektron yang stabil".
Paradoks akan muncul ketika elektron
dilepaskan dari atom logam
transisi, membentuk ion. Elektron yang pertama kali diionisasikan bukan
berasal
dari orbital 3d, melainkan dari 4s. Hal yang sama juga terjadi ketika
senyawa
kimia terbentuk. Kromium Heksakarbonil
dapat dijelaskan sebagai atom kromium (bukan ion karena keadaan
oksidasinya 0) yang dikelilingi enam ligan karbon monoksida; ia bersifat
diamagnetik dan konfigurasi atom pusat kromium adalah 3d
6,
yang berarti bahwa orbital 4s pada atom bebas telah bepindah ke orbital 3d
ketika bersenyawa. Pergantian elektron antara 4s dan 3d ini dapat ditemukan
secara universal pada deret pertama logam-logam transisi.
Fenomena ini akan menjadi paradoks hanya ketika diasumsikan bahwa energi
orbital atom adalah tetap dan tidak dipengaruhi oleh keberadaan elektron pada
orbital-orbital lainnya. Jika begitu, maka orbital 3d akan memiliki energi yang
sama dengan orbital 3p, seperti pada hidrogen. Namun hal ini jelas-jelas tidak
demikian.
Pengecualian kaidah Madelung
lainnya
Terdapat beberapa pengecualian kaidah Madelung lainnya untuk unsur-unsur
yang lebih berat, dan akan semakin sulit untuk menggunakan penjelasan
yang
sederhana mengenai pengecualian ini. Adalah mungkin untuk memprediksikan
kebanyakan pengecualian ini menggunakan perhitungan Hartree-Fock,yang
merupakan metode pendekatan dengan melibatkan efek elektron lainnya pada
energi orbital. Untuk unsur-unsur yang lebih berat, diperlukan juga
keterlibatan afek relatifitas khusus terhadap energi orbital atom,
karena elektron-elektron pada kelopak
dalam bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Secara umun,
efek-efek relativistik in
cenderung menurunkan energi orbital s terhadap orbital atom lainnya.
Periode 5
|
|
Periode 6
|
|
Periode 7
|
Unsur
|
Z
|
Konfigurasi elektron
|
|
Unsur
|
Z
|
Konfigurasi elektron
|
|
Unsur
|
Z
|
Konfigurasi elektron
|
|
39
|
|
|
|
57
|
|
|
|
89
|
|
|
|
|
58
|
|
|
|
90
|
|
|
|
|
59
|
|
|
|
91
|
|
|
|
|
60
|
|
|
|
92
|
|
|
|
|
61
|
|
|
|
93
|
|
|
|
|
62
|
|
|
|
94
|
|
|
|
|
63
|
|
|
|
95
|
|
|
|
|
64
|
|
|
|
96
|
|
|
|
|
65
|
|
|
|
97
|
|
|
|
|
|
|
|
40
|
|
|
|
72
|
|
|
|
|
41
|
|
|
|
73
|
|
|
|
|
42
|
|
|
|
74
|
|
|
|
|
43
|
|
|
|
75
|
|
|
|
|
44
|
|
|
|
76
|
|
|
|
|
45
|
|
|
|
77
|
|
|
|
|
46
|
|
|
|
78
|
|
|
|
|
47
|
|
|
|
79
|
|
|
|
|
48
|
|
|
|
80
|
|
|
|
|
49
|
|
|
|
81
|
|
|
|
Perubahan entalpi (ΔH) positif menunjukkan bahwa dalam perubahan terdapat
penyerapan kalor atau pelepasan kalor.
Reaksi kimia yang melepaskan atau mengeluarkan kalor disebut
reaksi
eksoterm, sedangkan reaksi kimia yang menyerap kalor disebut
reaksi
endoterm. Aliran kalor pada kedua jenis reaksi diatas dapat dilihat
pada
gambar 11 berikut:
Gambar 11 Aliran
kalor pada reaksi eksoterm dan endoterm
Pada reaksi endoterm, sistem menyerap energi. Oleh karena itu, entalpi
sistem akan bertambah. Artinya entalpi produk (Hp) lebih besar daripada entalpi
pereaksi (Hr). Akibatnya, perubahan entalpi, merupakan selisih antara entalpi
produk dengan entalpi pereaksi (Hp -Hr) bertanda positif. Sehingga perubahan
entalpi untuk reaksi endoterm dapat dinyatakan:
ΔH = Hp- Hr > 0 (13 )
Sebaliknya, pada reaksi eksoterm , sistem membebaskan energi, sehingga
entalpi sistem akan berkurang, artinya entalpi produk lebih kecil daripada
entalpi pereaksi. Oleh karena itu , perubahan entalpinya bertanda negatif.
Sehingga p dapat dinyatakan sebagai berikut:
ΔH = Hp- Hr < 0 ( 14 )
Perubahan entalpi pada reaksi eksoterm dan endoterm dapat dinyatakan dengan
diagram tingkat energi. Seperti pada gambar 12. berikut
Kata
Sistem dan Lingkungan
Sistem adalah reaksi atau proses
yang sedang dipelajari.
Lingkungan adalah segala sesuatu di
sekitar sistem dengan apa sistem berinteraksi.
Interaksi sistem dengan lingkungan
dapat berupa pertukaran materi dan/atau pertukaran energi.
Berdasarkan interaksi yang terjadi
antara sistem dan lingkungan, sistem dibedakan atas sistem terbuka, sistem
tertutup, dan sistem terisolasi.
Sistem dikatakan terbuka jika
terjadi pertukaran materi dan energi dengan lingkungan.
Contoh: Air panas dalam gelas
terbuka.
Sistem dikatakan tertutup jika
antara sistem dan lingkungan hanya terjadi pertukaran energi, tetapi tidak
pertukaran materi.
Contoh: Air panas dalam gelas
tertutup.
Sistem dikatakan terisolasi jika
antara sistem dan lingkungan tidak terjadi pertukaran materi maupun energi.
Contoh: Air panas dalam termos.
Gambar 5.1 Tiga jenis sistem: (a)
terbuka; (b) tertutup dan (c) terisolasi.
2. Reaksi Eksoterm dan Endoterm
Reaksi yang membebaskan kalor
disebut reaksi ekstern, sedangkan reaksi yang menyerap kalor disebut reaksi
endoterm.
Gambar 5.3 Aliran kalor pada reaksi eksoterm
dan reaksi endoterm
Reaksi eksoterm: Entalpi produk
entalpi pereaksi; ∆H bertanda positif.
Gambar 5.4 Diagram tingkat energi
reaksi eksoterm dan endoterm
Contoh reaksi eksoterm: Reaksi
pembakaran, pemutusan ikatan, dan ionisasi atom.
Contoh reaksi endoterm: Beras
menjadi nasi, fotosintesis, dan peleburan.
3. Persamaan Termokimia
o Persamaan reaksi yang disertai
perubahan entalpinya disebut persamaan termokimia.
o Kalor reaksi yang ditulis pada
persamaan termokimia sesuai dengan stoikiometri reaksinya.
C(s) + ½O2(g) → CO(g) ∆H = −110 kJ
2C(s) + O2(g) → 2CO(g) ∆H = −220 kJ
Contoh Soal 5-3: Persamaan
termokimia
Perhatikan persamaan termokimia
pembakaran asetilena berikut ini.
2C2H2(g) + 5O2(g) → 4CO2(g) +
2H2O(l) ∆H = –2600 kJ
a. Tentukanlah perubahan entalpi
pada pembakaran 10 liter asetilena (RTP)?
b. Berapa gram C2H2 harus dibakar
untuk memanaskan 1 liter air dari 25ºC hingga tepat mendidih? (H = 1; C = 12;
kalor jenis air = 4,18 J g–1 ºC–1)
Penyelesaian:
Dari persamaan termokimia dapat
ditentukan entalpi pembakaran asetilena:
= = –1300 kJ mol–1
Jumlah mol dalam 10 liter C2H2 (RTP)
= = mol
Kalor pembakaran 10 liter asetilena
(RTP) = mol × (–1300 kJ mol–1) = –541,67 kJ
Kalor yang diperlukan untuk
memanaskan 1 liter (=100 g) dari 25 ºC hingga 100 ºC adalah
Q = m c ∆t = 1000 g × 4,18 J g–1
ºC–1 (100 – 75)ºC = 313,5 kJ.
Diketahui kalor pembakaran C2H2 =
–1300 kJ mol–1.
Jadi, jumlah mol C2H2 yang harus
dibakar untuk memperoleh kalor sebanyak 313,5 kJ adalah = 0,24 mol.
Massa 0,24 mol C2H2 = 0,24 mol × 26
g mol–1 = 6,24 g.
4. Kalorimetri
Kalor reaksi dapat ditentukan
melalui percobaan, yaitu dengan kalorimeter.
Data yang diperlukan yaitu perubahan
suhu yang menyertai reaksi.
Perhitungan kalorimetri biasanya
melalui 3 tahap sebagai berikut:
menentukan kalor yang
diserap/dilepas larutan dalam kalorimeter,
menentukan kalor reaksi, yaitu sama
dengan kalor larutan tetapi tandanya berlawanan,
menyesuaikan kalor reaksi dengan
stoikiometri reaksi.
Contoh Soal 5-4: Kalorimetri
Pada reaksi antara 50 mL larutan
NaOH 1 M dengan 50 mL HCl 1 M terjadi kenaikan suhu sebesar 6ºC. Tentukanlah
perubahan entalpi reaksi penetralan NaOH dengan HCl. Anggaplah kalor jenis
larutan = 4,18 J g–1 dan massa jenis larutan = 1 g mL–1.
NaOH(aq) + HCl(aq) → NaCl(aq) +
H2O(l)
Penyelesaian:
Soal ini akan diselesaikan dalam 3
langkah seperti disebutkan dalam ringkasan teori di atas.
Massa larutan = 50 g + 50 g = 100 g
Q larutan = m× c ×∆t = 100 g × 4,18
J g–1 × 6 ºC = 2,508 kJ
Q reaksi = – Q larutan = –2,508 kJ
Jumlah mol NaOH = jumlah mol HCl =
50 mmol = 0,05 mol.
Jadi, perubahan entalpi (Q) sebesar
–2,508 kJ yang dihitung di atas merupakan perubahan entalpi yang menyertai
reaksi ∆H reaksi, sedangkan yang ditanyakan yaitu perubahan entalpi pada reaksi
0,05 mol NaOH dengan 0,05 mol HCl.
∆H reaksi yang ditanyakan, yaitu ∆H
reaksi yang menyertai reaksi 1 mol NaOH dengan 1 mol HCl dapat ditentukan
dengan membandingkan jumlah molnya dengan entalpi reaksi percobaan:
∆H = × –2,508 kJ = –50,16 kJ
5. Hukum Hess = Hukum Penjumlahan
Kalor
Kalor reaksi tidak bergantung pada
lintasan, tetapi hanya pada keadaan awal dan keadaan akhir.
Contoh Soal 5-5: Hukum Hess
Perhatikan diagram berikut:
Berdasarkan diagram yang tersebut,
tentukanlah perubahan entalpi reaksi A →B.
Penyelesaian:
Diagram menunjukkan pengubahan zat A
menjadi zat B melalui dua lintasan, yaitu:
I. Lintasan langsung, dan
II. Lintasan bertahap: A → C
kemudian C → D (arahnya perlu disesuaikan), dan akhirnya D → B.
Menurut hukum Hess: ∆H lintasan-I =
∆H lintasan-II.
∆H lintasan-I dapat diperoleh dengan
menjumlahkan ketiga tahap dalam lintasan II, sebagai berikut:
A → C ∆H = +50 kJ
C → D ∆H = +100 kJ
D → B ∆H = –40 kJ
A → B ∆H = +110 kJ
Jadi, perubahan entalpi A → B adalah
+110 kJ.
Contoh Soal 5-6: Hukum Hess
Diketahui:
Mg(s) + 2HCl(aq) → MgCl2(aq) + H2(g)
∆H = –467 kJ ……………….. (1)
MgO(s) + 2HCl(aq) → MgCl2(aq) +
H2O(l) ∆H = –151 kJ ……………….. (2)
Selain itu juga diketahui entalpi
pembentukan air, H2O(l) = –286 kJ mol–1.
Berdasarkan data tersebut,
tentukanlah entalpi pembentukan MgO(s).
Penyelesaian:
Data yang tersedia, yaitu dua
persamaan termokimia dan satu data entalpi pembentukan. Data entalpi
pembentukan air dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan termokimia sebagai
berikut:
H2(g) + ½O2(g) → H2O(l) ∆H = –286 kJ
………………… (3)
Adapun reaksi yang perubahan
entalpinya ditanyakan, yaitu entalpi pembentukan MgO dapat dinyatakan dalam
bentuk persamaan termokimia sebagai beriktut:
Mg(s) + ½O2(g) → MgO(s) ∆H = . . . ?
Perubahan entalpi reaksi ini dapat
diperoleh dengan menyusun ketiga persamaan termokimia yang diketahui perubahan
entalpinya. Ketiga persamaan termokimia tersebut harus disusun sedemikian rupa
sehingga penjumlahannya sama dengan reaksi yang ditanyakan.
Reaksi (2) harus dibalik sehingga
MgO berada di ruas kanan, sesuai reaksi yang ditanyakan.
Reaksi (1) ditulis sebagaimana
adanya, sehingga MgCl2 dapat dihilangkan dari reaksi (2).
Realsi (3) ditulis sebagaimana
adanya, sehingga ½O2 berada di ruas kiri.
MgCl2(aq) + H2O(l) → MgO(s) +
2HCl(aq) ∆H = +151 kJ ……………… (–2)
Mg(s) + 2HCl(aq) → MgCl2(aq) + H2(g)
∆H = –467 kJ ……………….. (1)
H2(g) + ½O2(g) → H2O(l) ∆H = –286 kJ
……………….. (3)
Mg(s) + ½O2(g) → MgO(s) ∆H = –602 kJ
Jadi, entalpi pembentukan MgO adalah
–602 kJ mol–1.
6. Entalpi Pembentukan
Apabila entalpi pembentukan zat-zat
yang terlibat dalam reaksi diketahui, maka entalpi reaksi dapat ditentukan
dengan rumus berikut:
∆Hreaksi = ∑∆Hfº(produk) –
∑∆Hfº(pereaksi)
Contoh Soal 5-7: Menentukan
perubahan entalpi reaksi berdasarkan data entalpi pembentukan.
Diketahui entalpi pembentukan CH4(g)
= –75 kJ mol–1; CO2(g) = –393,5 kJ mol–1 dan H2O(l) = –286 kJ mol–1. Tentukan
jumlah kalor yang dihasilkan pada pembakaran sempurna 1 g metana.
Penyelesaian:
Langkah pertama, menentukan entalpi
pembakaran metana berdasarkan data entalpi pembentukan yang diketahui.
Reaksi pembakaran sempurna metana
sebagai berikut:
CH4(g) + 2O2(g) → CO2(g) + 2H2O(l)
∆Hreaksi = ∑∆Hfº(produk) –
∑∆Hfº(pereaksi)
= {∆Hfº(CO2) + 2 × ∆Hfº(H2O)} – {∆Hfº(CH4)
+ ∆Hfº(2 × O2)}
= {–393,5 + (2 × –286)} – {–75 + 2 ×
0}
= –890 kJ
Jadi, ∆H pembakaran metana adalah
–890,5 kJ mol–1.
Kalor pembakaran 1 gram metana = ×
(–890,5 kJ mol–1) = –55,66 kJ
7. Energi Ikatan
Energi ikatan adalah energi yang
diperlukan untuk memutuskan 1 mol ikatan dari suatu molekul dalam wujud gas.
Jika energi ikatan diketahui, maka
perubahan entalpi reaksi dapat diperkirakan dengan rumus berikut:
∆H = ∑Epemutusan ikatan –
∑Epembentukan ikatan
Contoh Soal 5-8: Menggunakan data
energi ikatan
Berdasarkan data energi ikatan,
tentukanlah perubahan entalpi reaksi berikut:
CH3–CHO(g) + H2(g) → CH3–CH2OH(g)
Ikatan Energi (kJ mol–1)
C – C 348
C – H 413
C = O 799
C – O 358
H – H 436
O – H 463
Penyelesaian:
Reaksi di atas dapat ditulis dalam
bentuk yang lebih terurai sebagai berikut:
Ikatan yang putus: Ikatan yang
terbentuk
1 mol C=O : 799 kJ 1 mol C–O : 358
kJ
1 mol H–H : 436 kJ 1 mol O–H : 463
kJ
Jumlah : 1235 kJ 1 mol C–H : 413 kJ
Jumlah : 1234 kJ
∆H reaksi = ∑energi ikatan yang
putrus –∑energi ikatan yang terbentuk
= 1235 kJ – 1234 kJ
= 1 kJ